“Februari Love This”
“Aduuuh panas-panas gini disuruh olahraga, serasa jadi sapi panggang deh” keluhku saat pelajaran olahraga. Sekilas aku mendengar teman-teman yang sedang memperbincangkan exskul Paduan Suara, aku dengar ada seorang lelaki yang suaranya merdu dan pandai bermain gitar. Rasa penasaran langsung tumbuh dalam benakku, dan aku menanyakan hal itu pada salah satu temanku yang mengikuti exskul Padus, “Hey, kelihatannya exskul Padus sedang ramai diperbincangkan, ada apa sich?” tanyaku kepada Mia. Dan Mia menjawab “Masa kamu ga tau, anak baru di kelas sebelah yang keren itu sekarang masuk eskul Padus”.
“Anak baru yang mana sich? Aku belum pernah melihatnya” kataku dengan nada bingung. “Ah payah, tumben banget kamu ga tau ada cowok cakep di sekolah ini? Biasanya kan kamu tau duluan?” jawab Mia. “Istirahat kita cari murid baru itu!” kataku dengan semangat.
30 menit kemudian bel istirahat pun berbunyi, aku dan Mia sudah ganti pakaian dan bersiap ke kantin. “Eh ada teri lewat, mau kemana lu? Kita ikut dong!” kataku kepada Rifky. “Mau ke wc, ikut yuk?” jawab Rifky. “Ih Via ayo cepet kita ke kantin, keburu cowoknya ilang” kata mia dengan pandangan terus ke Rifky. “Eh iyaa, ayo mi kita ke kantin! Kamu jangan ngeliatin si Rifky gitu dong!” kataku sambil tertawa. “Kalian pasti mau nyari si Ricky murid baru yang dibilang paling ganteng disini padahal jelas-jelas aku yang lebih ganteng dari dia?” kata Rifky sambil megangkat dagu dengan gaya so keren. “Narsis lu teri, ayo cepet laper nich!” kataku sambil berjalan ke kantin.
Setibanya di kantin, Rifky langsung menarik tanganku dan berkata “Itu yang namanya Ricky, lebih keren aku kan?” aku dan Mia langsung tertawa mendengar omongan Rifky. Kami bertiga memang bersahabat sejak kecil, dan ternyata diam-diam Rifky dan Mia memendam perasaan yang sama. Tiba-tiba murid baru yang bernama Ricky itu menyapa Rifky. Aku dan Mia merasa aneh, dan aku baru sadar kalau Rifky juga mengikuti exskul Padus.
Sedikit demi sedikit aku mengenal Ricky dari Rifky, sedikit demi sedikit pula aku mulai mengaguminya. Sosok lelaki putih, tinggi, memiliki suara yang merdu, pandai bermain gitar, dan jago bermain basket itu telah membuat aku terkagum-kagum. Setiap istirahat aku selalu melihatnya bermain basket, dan rasanya jantung ini berdebar begitu cepat dari biasanya. Rasanya hatiku cenat-cenut dan selalu senyum-senyum sendiri saat melihatnya, dan seketika bola basket jatuh tepat di kepalaku, rasanya semua mimpi indahku tentang Ricky musnah sudah. Ricky menghampiriku dan mengambil bola yang ada dibelakangku, “Sorry” dia meminta maaf. “PLLAAAAAAAAAK!” tapi aku malah menamparnya. Betapa bodohnya aku melakukan hal itu, aku benar-benar tak sadar kalau itu adalah Ricky. Dia langsung berlari ke lapangan membawa bola dengan muka kesal.
Beberapa jam kemudian setelah kejadian itu teman-teman di kelas heboh membicarakan kejadian sewaktu istirahat, aku merasa sangat bersalah. Aku berniat untuk meminta maaf kepada Ricky tapi aku malu akan semua yang telah aku lakukan padanya. Setelah kejadian itu, setiap kali aku bertemu Ricky, dia seperti yang menaruh benci padaku. Mia dan Rifky ikut prihatin dengan apa yang terjadi padaku, mereka berusaha menghiburku. “Besok tanggal 14 sepertinya itu moment yang tepat untukmu meminta maaf” kata mia menghiburku. “Sepulang sekolah aku akan menyiapkan bahan-bahan untuk membuat coklat yang akan kuberikan kepada Ricky sebagai tanda maaf, kalian harus membantuku” kataku kepada Rifky dan Mia. Dan merekapun setuju untuk membantuku.
Keesokan harinya coklat pink berbentuk hati bertuliskan kata maaf diatasnya sudah siap ku berikan kepada Ricky. Tetapi saat aku dan dua kawanku akan menghampiri Ricky, aku tiba-tiba tak siap untuk menghadapinya, aku begitu gugup dan takut, akhirnya coklat itu ku titipkan kepada Rifky. Beberapa saat kemudian Rifky dan coklat itu kembali lagi, Ricky menolak coklat yang aku buat. Sepertinya dia masih kesal atas kejadian waktu itu, tapi Rifky bilang Ricky telah memaafkanku. Aku, Mia, dan Rifky merasa kecewa dan coklat itu kami makan bersama. Padahal ini bukan coklat valentine. Sebenarnya aku lebih merasa kecewa karena Ricky tidak memiliki perasaan yang sama denganku.
Tak terasa ini adalah tahun terakhir aku bersekolah. Setahun sudah aku dan Ricky seperti ini, tak pernah sedikitpun aku mengingatnya menyebut namaku. Ini adalah tahun kedua aku mengenalnya, dan kejadian waktu itu masih teringat dalam benakku. Aku dan Ricky benar-benar seperti musuh, padahal awalnya aku hanya ingin berteman dan mengenal dia lebih dekat.
Selama ini aku masih saja diam-diam menyimpan perasaan padanya. Ricky tau jika aku mengaguminya, dan aku selalu tau jika dia tidak pernah memiliki perasaan yang sama denganku. Tanggal 14 Februari berikutnya aku tak menyiapkan coklat untuk siapapun. Aku bukan orang yang percaya adanya hari valentine. Tapi aku selalu menganggap bulan Februari adalah bulan yang menyenangkan karena aku pernah mengenal Ricky. Dan aku selalu berharap akan menemukan Ricky yang baru saat aku harus meninggalkan sekolah ini, dan beralih ke sekolah yang baru.
-The End-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar